Tuhan menjadikan manusia berkeinginan, cinta terhadap wanita, putera-puteri, emas-perak, kuda pilihan, ternak, sawah-ladang, semuanya itu hanya secuil, kesenangan hidup di dunia saja, namun ALLAH-lah seindah-indahnya tempat untuk kembali (Ali Imran 3 : 14)
ALLAH SWT Berfirman Kepada Rosullullah SAW : " Kamu tidak bisa mengubah hati orang-orang, ALLAH-Lah yang memberikan mereka Hidayah" (Al-Ghashiyah 21-22)
Allah memerintahkan orang yang beriman untuk berzikir (mengingat dan menyebut nama Allah) sebanyak-banyaknya: “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” [QS Al Ahzab 33:41] ” Tidak berzikir akan mengakibatkan seseorang jadi orang yang rugi.
TERCIPTANTA BESI SEBAGAI KEKUATAN YANG HEBAT DAN BERMANFAAT BAGI MANUSIA "Dan Kami Ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia. (Supaya mereka mempergunakan besi itu ) Al Hadid ( 57 : 25 )
JANGANLAH KAMU MENGIRA ORANG - ORANG YANG MENINGGAL DI JALAN ALLAH ITU MATI, TIDAK !!! MEREKA TETAP HIDUP DI SISI TUHANNYA DAN MENDAPATKAN REZEKI (ALI IMRON 3 : 169) SESUNGGUHNYA TELAH KAMI CIPTAKAN MANUSIA DENGAN CARA YANG SEMPURNA, KEMUDIAN KAMI JERUMUSKAN DIA KE TEMPAT YANG SERENDAH-RENDAHNYA, KECUALI MEREKA YANG BERIMAN DAN MELAKUKAN AMAL KEBAIKAN, MEREKA AKAN MENDAPAT PAHALA YANG TIADA HABIS - HABISNYA (AT-TIN 95 :4-5-6)
LIFESTYLE
Mencintai Kehidupan dengan belajar dan bekerja adalah menyelami rahasia hidup yang paling dalam
Syeh Jumadil Kubro merupakan salah satu ulama
penyebar agama Islam di pulau Jawa. Syekh Jumadil Qubro berasal dari Samarkand, Uzbekistan,
Asia Tengah. Ia diyakini sebagai keturunan ke-10 dari al-Husain, cucu Nabi
Muhammad SAW. Pada awalnya, Syekh Jumadil Qubro dan kedua anaknya, Maulana
Malik Ibrahim (Sunan Gresik) dan Maulana Ishaq, datang ke pulau Jawa. Setelah
itu mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana Malik
Ibrahim ke Champa, di sebelah selatan Vietnam, yang kemudian mengislamkan
Kerajaan Campa, sementara adiknya Maulana Ishaq pergi ke Aceh dan mengislamkan
Samudra Pasai. Dengan demikian, beberapa Walisongo yaitu Sunan Ampel (Raden
Rahmat) dan Sunan Giri (Raden Paku) adalah cucunya; sedangkan Sunan Bonang,
Sunan Drajad dan Sunan Kudus adalah cicitnya. Hal tersebut menyebabkan adanya
pendapat yang mengatakan bahwa para Walisongo merupakan keturunan etnis Uzbek
yang dominan di Asia Tengah, selain kemungkinan lainnya yaitu etnis Persia, Gujarat,
ataupun Hadramaut. Terdapat beberapa versi babad yang meyakini bahwa ia adalah
keturunan ke-10 dari Husain bin Ali, yaitu cucu Nabi Muhammad SAW. Sedangkan
Martin van Bruinessen (1994) menyatakan bahwa ia adalah tokoh yang sama dengan
Jamaluddin Akbar Makam Syeh Jumadil Kubro terdapat di beberapa tempat yaitu di
Semarang, Trowulan, atau di desa Turgo (dekat Pelawangan), Yogyakarta.
Belum diketahui yang mana yang betul-betul merupakan makamnya Ditempat Makam
Syeh Jumadil Kubro ini sering diadakan acara manakib setiap malam Jum”at Paing
jam 19.00 dan pada acara peringatan Maulud Nabi, sedangkan setiap Jum”at Legi
diadakan acara Mujahadah Kubro dan pengajian . Untuk Khol Akbar diadakan setiap
tahun sekali pada bulan Dulkaidah Jum”at terakhir. Dibuka untuk umum setiap
hari dan setiap saat.
NAPAK TILAS SYEH JUMADIL KUBRO
Peringatan haul ke 632 Syekh Jumadil Kubro yang diselenggarakan oleh Dinas
Pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Mojokerto beberapa bulan yang lalu
menghadirkan banyak acara. Salah satu acara yang menarik untuk menjadi
perhatian publik adalah sarasehan sehari dengan tema “ Mengkaji dan
Merefleksikan Da’wah Syekh Jumadil Kubro”. Dalam sarasehan tersebut menghadirkan
sejumlah pakar, baik dari ahli arkeologi, sejarawan maupun dari kalangan ulama.
Dari arkeolog hadir Aris Soviyani M.Hum dan Ni Ketut Wardhani keduanya berasal
dari BP 3 Kabupetan Mojokerto sendiri. Sedangkan dari sejarawan Muslim hadir
Prof. Badri Yatim dan Agus Sunyoto. Dari beberapa pemaparan narasumber ada
benang merah menyatakan bahwa Syekh Jumadil Kubro adalah tokoh nyata dan benar
adanya. Namun bagaimana meninggalnya dan dimana syekh Jumadil Kubro dimakamkan,
masih diperdebatkan.
Ada anggapan bahwa
makam tujuh yang nisannya bertuliskan arab di Tralaya salah satunya adalah Syek
Jumadil Kubro. Oleh karenanya banyak masyarakat berziarah ke tralaya sebagai
bentuk ritual melengkapi ziarah wali songo. Tidak hanya sekedar masyarakat
awam, sejumlah kyai dan birokrat pun banyak yang meyakini kebenaran tersebut.
Bahkan sekarang berdiri bangunan megah sebagai tanda peneguhan klaim kebenaran
Syekh Jumadil Kubro memang ada disitu.
Namun anggapan tersebut haruslah didukung dengan bukti kongkret dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya baik secara umum maupun secara akademik-ilmiah. Karena
bagaimanapun pemerintah atau dalam hal ini ulama harus memiliki dasar yang kuat
untuk mengarahkan masyarakat awam akan keberadaan ulama besar Syekh Jumadil
Kubro. Jangan sampai hanya demi proyek wisata religi mengorbankan aqidah
masyarakat. Jadi diperlukan kebijakan dan kearifan dalam menyikapi tabir
keberadaan Syekh Jumadil Kubro.
Benarkah Syekh Jumadil Kubro ada di Troloyo?
Jika kita mau menelaah lebih mendalam S.T Damais
seorang arkeolog Belanda pernah meneliti situs Tralaya. Dari penelitiannya
tersebut, menyimpulkan bahwa tujuh makam di Tralaya yang bertuliskan Arab
tersebut adalah seorang muslim. Anehnya kenapa ada orang muslim ditempat
pemakaman kerajaan Majapahit. Padahal tralaya, menurut bahasa kawi berasal dari
kata Ksetralaya (lapangan mayat), merupakan makam khusus untuk penguburan
kerabat raja, atau orang-orang dalam istana. Sedangkan Agus Sunyoto menyatakan
makam tralaya merupakan makam khusus penganut aliran Yoga-tantra. Aliran
Yoga-tantra merupakan sekte dari Hindu yang banyak diikuti oleh kerabat Istana.
Dan inilah anehnya, kenapa terdapat makam muslim disana. Damais dan Sunyoto
sepakat menyatakan bahwa ketujuh makam muslim tersebut adalah kerabat raja, atau
orang yang sudah mendapat kehormatan dari raja. Namun ketujuh makam tersebut
berdasarkan pembacaan Damais, tidak ada satupun yang menunjukkan nama
seseorang. Semuanya hanya menunjukkan tulisan Arab seperti La Ila Ha Ilallah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makam Syek Jumadil Kubro yang diyakini
oleh masyarakat ada di Tralaya seperti sekarang ini, tidak memiliki dasar
otentik. Tidak ada satupun bukti bahwa makam tralaya terdapat nama Syek Jumadil
Kubro. Karena jika kita menelaah lagi, makam Syekh Jumadil Kubro terdapat
diberbagai tempat. Ada yang meyakini Syekh
Jumadil Kubro dimakamkan di Yogyakarta, ada
pula yang meyakini ada di Bugis. Bahkan ada yang meyakini di Madinah. Semuanya
mengklaim kebenaran masing-masing.
Menempatkan Dakwah Syekh Jumadil
Kubro
Jika kita mempertanyakan dimana
Syekh Jumadil Kubro, tentu akan menimbulkan problematis yang panjang. Karena
akan membutuhkan penelitian dan tenaga besar untuk mengungkapkannya. Tetapi ada
satu hal yang menarik untuk kita kaji yakni peran Syekh Jumadil Kubro dalam
melakukan transformasi nilai kepada masyarakat jawa khususnya Majapahit.
Di dalam serat Kandha, ada disebutkan keberadaan empat tokoh suci umat Islam di
jaman kuno, yaitu Jumadil Kubro di Mantingan, Nyampo di Suku Dhomas, Dada
Pethak di Gunung Bromo dan Maulana Ishak di Blambangan. Sementara menurut
cerita tutur dikalangan pengikut Syaikh Siti Jenar, Syekh Jumadil Kubro adalah
teman baik Syekh Siti Jenar saat membawa tawar tanah-tanah angker bekas
pemujaan aliran Yoga-tantra yang terkenal dengan kesaktiannya.
Dari beberapa serat tersebut membuktikan peran besar Syekh Jumadil Kubro dalam
menyumbangkan Islamisasi ditanah jawa. Bahkan bisa jadi pula Syekh Jumadil
Kubro-lah peletak dasar dakwah kultural yang menyentuh ke kalangan grass root.
Agus Sunyoto misalnya menyebut bagaimana kelihaian ulama dahulu yang mampu
melakukan strategi dakwah yang begitu canggih. Istilah-istilah agama setempat
yang masih menganut agama kapitayan, tidak dibuang begitu saja. Tetapi tetap
dipakai untuk menyamakan dengan istilah ajaran Islam. Misalnya dalam melakukan
pemujaan kepada Allah tidak menyebutkan sholat tetapi memakai istilah
sembahyang. Begitupun dengan istilah tempat pemujaan. Orang jawa menamakan
tempat pemujaan kepada dewa disebut sanggar. Namun oleh ulama diganti menjadi
langgar. Istilah surga dikenalkan kepada masyarakat menggantikan istilah
jannah. Istilah nar digantikan dengan istilah neraka. Dan lain sebagainya.
Sehingga, masyarakat awam dapat begitu mudah menerima ajaran Islam yang tidak
jauh berbeda dengan istilah-istilah agama yang lama mereka yakini.
Menyelami makna dakwah kekinian
Adalah aneh jika sebagian umat Islam melakukan dakwah dengan memberantas
bentuk-bentuk tradisi yang telah mengakar kuat ditengah masyarakat. Mereka
mengklaim bahwa tradisi-tradisi yang dijalankan oleh masyarakat sebagai bentuk
ajaran bid’ah. Usaha mengawinkan tradisi dengan ajaran Islam pun dianggap
sesat. Akhirnya ada gap antara Islam sendiri dengan masyarakat setempat sebagai
obyek dakwah mereka. Islamisasi pun tidak berhasil gemilang sebagaimana
ulama-ulama terdahulu.
Mungkin mereka lupa dengan sejarah. Pendekatan fiqh dalam memandang hitam-putih
suatu masalah akan selalu menimbulkan konflik. Masih terngiang bagaimana perang
padri yang mengorbankan banyak nyawa. Lantaran ulama putih memaksakan nilai
yang mereka yakini kepada masyarakat setempat.
Berbeda dengan dakwah ala Syekh Jumadil Kubro atau da’i-da’i dalam barisan wali
songo. Mendakwahkan Islam dengan melihat local genius masyarakat setempat.
Islamisasi pelan tapi pasti mengakar, dan masuk ke dalam jantung ranah sanubari
masyarakat. Masyarakat ditanamkan akan ketahuidan yang mendalam dengan laku
untuk memperoleh kebenaran. Memperoleh kejayaan sejati. Dan memperoleh hakekat
kemana kehidupan itu sendiri.
Dari sini sangatlah urgen untuk menghadirkan semangat dakwah Syekh Jumadil
Kubro dalam ranah Islamisasi kembali masyarakat Muslim saat ini dengan
menggunakan pendekatan kultual. Karena pendekatan kultural telah teruji ampuh
didalam mengemban pesan suci menghantarkan masyarakat untuk mengagumi Islam,
memulyakan Allah dan melaksanakan apa saja yang diperitanhakan Yang Maha
Tunggal.
“Walisongo” berarti sembilan orang wali”
Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang,
Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung
Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain
mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan
guru-murid
Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim.
Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu
Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan
Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan
Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat
para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan
abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur,
Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah
para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka
mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok
tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling
penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah
timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga
pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator
karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria
adalah pendamping sejati kaum jelata.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya
Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol
penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang
juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan
Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas
serta dakwah secara langsung, membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut
dibanding yang lain.
Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran
Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib”
bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai
“paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan
menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan
Budha.
Maulana Malik Ibrahim (1)
Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah,
pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya
Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah
menjadi Asmarakandi
Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian
rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak,
ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku).
Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia,
bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini
sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama
tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang
memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel)
dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah
di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan
keluarganya.
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang.
Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada
dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran
kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota
Gresik.
Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara
membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah.
Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati
masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk
mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri
tersebut masih kerabat istrinya.
Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul
masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi
pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu
tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata
pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim
wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.n
Sunan Ampel (2)
Ia putera tertua Maulana Malik Ibrahim. Menurut Babad Tanah Jawi dan Silsilah
Sunan Kudus, di masa kecilnya ia dikenal dengan nama Raden Rahmat. Ia lahir di
Campa pada 1401 Masehi. Nama Ampel sendiri, diidentikkan dengan nama tempat
dimana ia lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Denta, wilayah yang kini
menjadi bagian dari Surabaya (kota Wonokromo sekarang)
Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun
1443 M bersama Sayid Ali Murtadho, sang adik. Tahun 1440, sebelum ke Jawa,
mereka singgah dulu di Palembang.
Setelah tiga tahun di Palembang,
kemudian ia melabuh ke daerah Gresik. Dilanjutkan pergi ke Majapahit menemui
bibinya, seorang putri dari Campa, bernama Dwarawati, yang dipersunting salah
seorang raja Majapahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kertawijaya.
Sunan Ampel menikah dengan putri seorang adipati di Tuban. Dari
perkawinannya itu ia dikaruniai beberapa putera dan puteri. Diantaranya yang
menjadi penerusnya adalah Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Ketika Kesultanan
Demak (25 kilometer arah selatan kota
Kudus) hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam
pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Patah, putra dari
Prabu Brawijaya V raja Majapahit, untuk menjadi Sultan Demak tahun 1475 M.
Di Ampel Denta yang berawa-rawa, daerah yang dihadiahkan Raja Majapahit, ia
membangun mengembangkan pondok pesantren. Mula-mula ia merangkul masyarakat
sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentra
pendidikan yang sangat berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di
antara para santrinya adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Para
santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok Jawa
dan Madura.
Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi. Namun, pada para santrinya, ia
hanya memberikan pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan
ibadah. Dia-lah yang mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh
maling, moh madat, moh madon). Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum
minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan narkotik, dan tidak berzina.”
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 M di Demak dan dimakamkan di
sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya.n
Sunan Giri (3)
Ia memiliki nama kecil Raden Paku, alias Muhammad Ainul Yakin. Sunan Giri lahir
di Blambangan (kini Banyuwangi) pada 1442 M. Ada juga yang menyebutnya Jaka
Samudra. Sebuah nama yang dikaitkan dengan masa kecilnya yang pernah dibuang
oleh keluarga ibunya–seorang putri raja Blambangan bernama Dewi Sekardadu ke
laut. Raden Paku kemudian dipungut anak oleh Nyai Semboja (Babad Tanah Jawi
versi Meinsma).
Ayahnya adalah Maulana Ishak. saudara sekandung Maulana Malik Ibrahim.
Maulana Ishak berhasil meng-Islamkan isterinya, tapi gagal mengislamkan sang
mertua. Oleh karena itulah ia meninggalkan keluarga isterinya berkelana hingga
ke Samudra Pasai.
Sunan Giri kecil menuntut ilmu di pesantren misannya, Sunan Ampel, tempat
dimana Raden Patah juga belajar. Ia sempat berkelana ke Malaka dan Pasai.
Setelah merasa cukup ilmu, ia membuka pesantren di daerah perbukitan Desa
Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit adalah “giri”. Maka ia
dijuluki Sunan Giri.
Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti
sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Raja Majapahit -konon
karena khawatir Sunan Giri mencetuskan pemberontakan- memberi keleluasaan
padanya untuk mengatur pemerintahan. Maka pesantren itupun berkembang menjadi
salah satu pusat kekuasaan yang disebut Giri Kedaton. Sebagai pemimpin
pemerintahan, Sunan Giri juga disebut sebagai Prabu Satmata.
Giri Kedaton tumbuh menjadi pusat politik yang penting di Jawa, waktu itu.
Ketika Raden Patah melepaskan diri dari Majapahit, Sunan Giri malah bertindak
sebagai penasihat dan panglima militer Kesultanan Demak. Hal tersebut tercatat
dalam Babad Demak. Selanjutnya, Demak tak lepas dari pengaruh Sunan Giri. Ia
diakui juga sebagai mufti, pemimpin tertinggi keagamaan, se-Tanah Jawa.
Giri Kedaton bertahan hingga 200 tahun. Salah seorang penerusnya, Pangeran
Singosari, dikenal sebagai tokoh paling gigih menentang kolusi VOC dan
Amangkurat II pada Abad 18.
Para santri pesantren Giri juga dikenal sebagai penyebar Islam yang gigih ke
berbagai pulau, seperti Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate,
hingga Nusa Tenggara. Penyebar Islam ke Sulawesi Selatan, Datuk Ribandang dan
dua sahabatnya, adalah murid Sunan Giri yang berasal dari Minangkabau.
Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam ilmu
fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta
karya seni yang luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir
dan cublak suweng disebut sebagai kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending
Asmaradana dan Pucung -lagi bernuansa Jawa namun syarat dengan ajaran Islam.n
Sunan Bonang (4)
Asal usulnya
Dari berbagai sumber disebutkan
bahwa Sunan Bonang itu nama aslinya Syekh Maulana Makdum Ibrahim, putra
Sunan Ampel dan Dewi Condrowati yang sering disebut Nyai Ageng Manila Puteri seorang adipati di Tuban. Lahir diperkirakan 1465 M
Ada
yang mengatakan Dewi Condrowati itu adalah putri Prabu Kertabumi.
Dengan demikian Raden Makdum adalah salah seorang Pangeran Majapahit
karena ibunya adalah putri Raja Majapahit dan ayahnya adalah menantu
Raja Majapahit.
Sebagai seorang Wali yang disegani dan dianggap
Mufti atau pemimpin agama se-Tanah Jawa, tentu saja Sunan Ampel
mempunyai ilmu yang sangat tinggi. Sejak kecil, Raden Makdum Ibrahim
sudah diberi pelajaran agama Islam secara tekun dan disiplin.
Sudah
bukan rahasia lagi bahwa latihan atau riadha para Wali itu lebih berat
daripada orang awam. Raden Makdum Ibrahim adalah calon wali yang
besar, maka Sunan Ampel sejak dini juga mempersiapkan sebaik mungkin.
Disebutkan
dari berbagai literatur bahwa Raden Makdum Ibrahim dan Raden Paku
sewaktu masih remaja meneruskan pelajaran agama Islam hingga ke Tanah
seberang, yaitu negeri Pasai. Keduanya menambah pengetahuan kepada
Syekh Awwalul Islam atau ayah kandung dari Sunan Giri, juga belajar
kepada para ulama besar yang banyak menetap di negeri Pasai. Seperti
ulama ahli tasawuf yang berasal dari Baghdad, Mesir, Arab, dan Parsi
atau Iran.
Sesudah belajar di negeri Pasai Raden Makdum Ibrahim
dan Raden Paku pulang ke Jawa. Raden Paku kembali ke Gresik, mendirikan
pesantren di Giri sehingga terkenal sebagai Sunan Giri.
Raden Makdum Ibrahim diperintahkan Sunan Ampel untuk berdakwah di daerah Lasem, Rembang, Tuban, dan daerah Sempadan Surabaya.
Bijak Dalam BerdakwahDalam
berdakwah Raden Makdum Ibrahim ini sering mempergunakan kesenian
rakyat untuk menarik simpati mereka, yaitu berupa seperangkat gamelan
yang disebut Bonang. Bonang adalah sejenis kuningan yang ditonjolkan di
bagian tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak maka
timbullah suaranya yang merdu di telinga penduduk setempat.
Lebih-lebih
bila Raden Makdum Ibrahim sendiri yang membunyikan alat musik itu.
Beliau adalah seorang Wali yang mempunyai cita rasa seni yang tinggi,
sehingga apabila beliau bunyikan pengaruhnya sangat hebat bagi para
pendengarnya.
Setiap Raden Makdum Ibrahim membunyikan Bonang
pasti banyak penduduk yang datang ingin mendengarkannya. Dan tidak
sedikit dari mereka yang ingin belajar membunyikan Bonang sekaligus
melagukan tembang-tembang ciptaan Raden Makdum Ibrahim. Begitulah
siasat Raden Makdum Ibrahim yang dijalankan penuh kesabaran. Setelah
rakyat berhasil direbut simpatinya tinggal mengisikan saja ajaran agama
Islam kepada mereka.
Tembang-tembang yang diajarkan Raden Makdum
Ibrahim adalah tembang yang berisikan ajaran agama Islam. Sehingga
tanpa terasa penduduk sudah mempelajari agama Islam dengan senang hati,
bukan dengan paksaan.
Murid-murid Raden Makdum Ibrahim sangat
banyak, baik yang berada di Tuban, Pulau Bawean, Jepara, Surabaya,
maupun Madura. Karena beliau sering mempergunakan Bonang dalam
berdakwah maka masyarakat memberinya gelar Sunan Bonang.
Karya SastraBeliau
juga menciptakan karya sastra yang disebut Suluk. Hingga sekarang
karya sastra Sunan Bonang itu dianggap sebagai karya yang sangat hebat,
penuh keindahan dan makna kehidupan beragama. Suluk Sunan Bonang
disimpan rapi di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.
Suluk
berasal dari bahasa Arab “Salakattariiqa” artinya menempuh jalan
(tasawuf) atau tarikat. Ilmunya sering disebut Ilmu Suluk. Ajaran yang
biasa disampaikan dengan sekar atau tembang disebut Suluk. Sedangkan
bila diungkapkan secara biasa dalam bentuk prosa disebut Wirid.
Di bawah ini adalah Suluk karya Sunan Bonang yang disebut Suluk Wragul.
Dhandhanggula Sunan Bonang Wragul 1 Berang-berang, jika diteliti ini raga Belum ketemu hakikatnya Ada atau tidakkah ia Sebenarnya aku ini siapa Impian beraneka ragam Kalau dipikirkan akhirnya menyedihkan Yang mustahil banyak sekali Segala wujud di semesta ini Tak putus-putus sama sekali
Wragul 2 Maka dengarkanlah perlambang ini Ada kera hitam sedang berdiri Di tepi sungai Tertawa keras tak kepalang Kepada berang-berang yang mencarai makan Siang dan malam Terus tanpa kesudahan Tak ingat bahwa ia diciptakan Tuhan Yang diingat hanya makanan Tanpa mempedulikan Bahaya mengancam
Wragul 3 Dilahapnya apa saja yang ia dapatkan Tidaklah ia memperhatikan Tuhan Yang Mahaagung yang menciptakan Mustahil Ia tak sanggup memberi makan Dari kehidupan hingga kematian Apa pun saja dikodratkan Telah disesuaikan Ulat dalam batu pun diberi santunan Maka jangan hanya suntuk mencari makan
Brahmana dari India
Agama Islam yang menyebar
luas di Tanah Jawa cukup menggemparkan masyarakat dari belahan dunia
lain. Termasuk para pendeta Brahmana dari India. Salah seorang Brahmana
bernama Sakyakirti merasa penasaran. Maka bersama beberapa orang
muridnya ia berlayar menuju Pulau Jawa. Dibawanya pula kitab-kitab
referensi yang telah dipelajari untuk dipergunakan berdebat dengan
penyebar Agama Islam di Tanah Jawa.
“Aku Brahmana Sakyakirti,
akan menantang Sunan Bonang untuk berdebat dan adu kesaktian”, ujar
Brahmana itu sembari berdiri di atas geladak di buritan kapal layar.
“Jika dia kalah maka akan kutebas batang lehernya. Jika dia yang menang
aku akan bertekuk lutut untuk mencium telapak kakinya. Akan kuserahkan
jiwa ragaku kepadanya”.
Murid-muridnya, yang selalu berdiri dan
mengikutinya dari belakang menjadi saksi atas sumpah yang diucapkan di
tengah samudera. Namun ketika kapal layar yang ditumpanginya sampai di
perairan Tuban, mendadak laut yang tadinya tenang tiba-tiba bergolak
hebat. Angin dari segala penjuru seolah berkumpul jadi satu,
menghantam air laut, sehingga menimbulkan badai setinggi bukit.
Dengan
kesaktiannya Brahmana Sakyakirti mencoba menggempur badai yang hendak
menerjang kapal layarnya. Satu dua kali hal itu dapat dilakukannya
namun terjangan ombak yang kelima kali membuat kapal layarnya langsung
tenggelam ke dalam laut. Dengan susah payah dia mencabut beberapa
batang balok kayu untuk menyelamatkan diri dan menolong beberapa orang
muridnya agar jangan sampai tenggelam ke dasar samudera.
Walaupun
pada akhirnya ia dan para pengikutnya berhasil menyelamatkan diri,
namun kitab-kitab referensi yang hendak dipergunakan untuk berdebat
dengan Sunan Bonang telah tenggelam ke dasar laut. Padahal kitab-kitab
itu didapatkannya dengan susah payah. Cara mempelajarinya pun tidak
mudah. Ia harus belajar bahasa Arab terlebih dahulu, pura-pura masuk
Islam dan menjadi murid ulama besar di negeri Gujarat. Kini, setelah
sampai di perairan Laut Jawa, tiba-tiba kitab-kitab yang tebal itu
hilang musnah ditelan air laut.
Tapi niatnya untuk mengadu ilmu
dengan Sunan Bonang tak pernah surut. Ia dan murid-muridnya telah
terdampar di tepi pantai yang tak pernah dikenalnya. Ia agak bingung
harus kemana untuk mencari Sunan Bonang. Ia menoleh kesana kemari.
Mencari seseorang untuk dimintai petunjuk jalan. Namun tak terlihat
seorang pun di pantai itu.
Saat hampir putus asa, tiba-tiba di
kejauhan ia melihat seorang lelaki berjubah putih sedang berjalan
sembari membawa tongkat. Ia dan murid-muridnya segera berlari
menghampiri dan menghentikan lelaki itu. Lelaki berjubah putih itu
menghentikan langkah dan menancapkan tongkatnya ke pasir.
“Kisanak,
kami datang dari India hendak mencari seorang ulama besar bernama
Sunan Bonang. Dapatkah Kisanak memberitahu dimana kami bisa bertemu
dengannya?” kata sang Brahmana. “Untuk apa tuan mencari Sunan Bonang?”,
tanya lelaki itu. “Akan saya ajak berdebat tentang masalah keagamaan”,
kata sang Brahmana. “Tapi sayang kitab-kitab yang saya bawa telah
tenggelam ke dasar laut. Meski demikian niat saya tak pernah padam.
Masih ada beberapa hal yang dapat saya ingat sebagai bahan perdebatan”.
Tanpa
banyak bicara lelaki berjubah putih itu mencabut tongkatnya yang
menancap di pasir, mendadak tersemburlah air dari lubang bekas tongkat
itu menancap, membawa keluar semua kitab yang dibawa sang Brahmana.
“Itukah
kitab-kitab tuan yang tenggelam ke dasar laut?” tanya lelaki itu. Sang
Brahmana dan pengikutnya memeriksa kitab-kitab itu. Ternyata benar
miliknya sendiri. Berdebarlah hati sang Brahmana sembari menduga-duga
siapa sebenarnya lelaki berjubah putih itu.
Murid-murid sang
Brahmana yang sejak tadi sudah kehausan langsung aja menyerobot air
jernih yang memancar itu. Brahmana Sakyakirti memandangnya dengan rasa
kawatir, jangan-jangan muridnya itu akan segera mabok karena meminum
air di tepi laut yang pastilah banyak mengandung garam.
“Segar!
Aduh segarnya!”, seru murid-murid sang Brahmana dengan girangnya. Yang
lain segera berebutan untuk membasahi tenggorokannya yang kering.
Brahmana
Sakyakirti tercenung. Bagaimana mungkin air di tepi pantai terasa
segar. Ia mencicipinya sedikit. Memang segar rasanya. Rasa herannya
makin menjadi-jadi terlebih jika berpikir tentang kemampuan lelaki
berjubah putih itu dalam menciptakan lubang air memancar dan mampu
menghisap kitab-kitab yang telah tenggelam ke dasar laut. Pastilah
orang berjubah putih itu bukan orang sembarangan. Ia sudah mengerahkan
ilmunya untuk mendeteksi apakah semua itu hanya tipuan ilmu sihir?
Ternyata bukan! Bukan ilmu sihir, tapi kenyataan!.
Seribu
Brahmana di India tak mampu melakukan hal ini! Pikir sang Brahmana.
Dengan rasa was-was, takut dan gentar ia menatap wajah orang berjubah
putih itu. “Apakah nama daerah tempat saya terdampar ini?” tanya sang
Brahmana dengan hati kebat-kebit. “Tuan berada di pantai Tuban!” jawab
lelaki itu. Serta merta Brahmana dan para pengikutnya menjatuhkan diri
berlutut di hadapan lelaki itu. Mereka sudah dapat menduga pastilah
lelaki berjubah putih itu adalah Sunan Bonang sendiri.
“Bangunlah
untuk apa kau berlutut kepadaku? Bukankah sudah kau ketahui dari
kitab-kitab yang kau pelajari bahwa sangat terlarang bersujud kepada
sesama makhluk. Sujud hanya pantas dipersembahkan kepada Allah Yang
Maha Agung!” kata lelaki berjubah putih yang tak lain memang Sunan
Bonang adanya.
“Ampun! Ampunilah saya yang buta ini, tak melihat
tingginya gunung di depan mata, ampunkan saya…!”, rintih sang Brahmana.
“lho?” Bukankah kau ingin berdebat denganku juga mau mengadu
kesaktian?”, tukas Sunan Bonang. “Mana saya berani melawan Paduka,
tentulah ombak badai yang menyerang kapal kami juga ciptaan Paduka,
kesaktian Paduka tak terukur tingginya. Ilmu Paduka tak terukur
dalamnya”, kata Brahmana Sakyakirti.
“Kau salah, aku tidak mampu
menciptakan ombak dan badai”, ujar Sunan Bonang. “Hanya Allah yang
mampu menciptakan dan menggerakkan seluruh makhluk. Allah melindungi
orang yang percaya dan mendekat kepadaNYA, dari segala macam bahaya dan
niat jahat seseorang!”
Sang Brahmana merasa malu. Memang
kedatangannya bermaksud jahat. Ingin membunuh Sunan Bonang melalui adu
kepandaian dan kesaktian.
Ternyata niatnya tak kesampaian. Apa
yang telah dibacanya dalam kitab-kitab yang telah dipelajari terbukti.
Bahwa barangsiapa memusuhi para waliNYA, maka Allah akan mengumumkan
perang kepadanya. Menantnag Sunan Bonang sama saja dengan menantang
Tuhan yang mengasihi Sunan Bonang itu sendiri.
Ia bergidik ngeri
saat teringat bagaimana dirinya terombang-ambing diterjang ombak
badai, berarti Tuhan sendiri yang telah memberinya pelajaran supaya
mengurungkan niatnya memusuhi Sunan Bonang. Ia percaya, jika niatnya
dilaksanakan bukan Sunan Bonang yang kalah atau mati tapi dia
sendirilah yang bakal binasa.
“Kanjeng Sunan, sudilah menerima
saya sebagai murid…”, kata Brahmana itu kemudian. “Jangan
tergesa-gesa”, ujar Sunan Bonang. “Kau harus mempelajari dan mengenal
Islam lebih banyak lagi, lebih lengkap lagi. Sebab apa yang kau
pelajari hanya sebagian-sebagian saja. Jika kau sudah memahami Islam
secara keseluruhan maka kau boleh pilih, tetap memeluk agama lama atau
menerima Islam sebagai agamamu terakhir”.
Sekali lagi sang
Brahmana merasa malu. Ternyata Sunan Bonang bersifat arif dan
bijaksana, tidak memaksakan kehendak walau sudah berada di atas angin.
Seandainya Sunan Bonang memperbolehkannya untuk berlutut dia akan
bersujud dan menyembah sepasang kakinya.
“Bawa semua
kitab-kitabmu, mari isinya kita bahas bersama-sama”, kata Sunan Bonang
sembari melanjutkan langkahnya. Brahmana Sakyakirti dan murid-muridnya
segera mengumpulkan kitab-kitab yang tercecer lalu mengikuti langkah
Sunan Bonang.
Pada akhirnya ia dan murid-muridnya rela masuk Islam atas kesadarannya sendiri, dan menjadi pengikutnya yang setia.
Kuburnya Ada Dua
Sunan Bonang sering berdakwah keliling hingga usia lanjut. Beliau meninggal dunia pada saat berdakwah di Pulau Bawean.
Berita
segera disebar ke seluruh Tanah Jawa. Para murid berdatangan dari
segala penjuru untuk berduka cita dan memberikan penghormatan yang
terakhir.
Murid-murid yang berada di Pulau Bawean hendak
memakamkan jenazah beliau di pulau Bawean. Tetapi murid-murid yang
berasal dari Madura dan Surabaya menginginkan jenazah beliau dimakamkan
dekat ayahandanya yaitu Sunan Ampel di Surabaya. Dalam hal memberikan
kain kafan pembungkus jenazah mereka pun tak mau kalah. Jenazah yang
sudah dibungkus kain kafan milik orang Bawean masih ditambah lagi
dengan kain kafan dari Surabaya.
Pada malam harinya, orang-orang
Madura dan Surabaya menggunakan ilmu sirep untuk membikin ngantuk
orang-orang Bawean dan Tuban. Lalu mengangkut jenazah Sunan Bonang ke
dalam kapal dan hendak dibawa ke Surabaya. Karena tindakannya
tergesa-gesa, kain kafan jenazah itu tertinggal satu.
Kapal
layar segera bergerak ke arah ke Surabaya. Tetapi ketika berada di
perairan Tuban tiba-tiba kapal yang digunakan mengangkut jenazahnya
tidak bisa bergerak, sehingga terpaksa jenazah Sunan Bonang dimakamkan
di Tuban yaitu di sebelah barat Masjid Jami’ Tuban.
Sementara
kain kafan yang ditinggal di Bawean ternyata juga ada jenazahnya.
Orang-orang Bawean pun menguburkannya dengan penuh hikmat.
Dengan
demikian ada dua jenazah Sunan Bonang. Inilah karomah atau kelebihan
yang diberikan Allah kepada beliau. Dengan demikian tak ada permusuhan
di antara murid-muridnya.
Sunan Bonang wafat pada tahun 1525.
Makam yang dianggap asli adalah yang berada di kota Tuban sehingga
sampai sekarang makam itu banyak diziarahi orang dari segala penjuru
Tanah Air.
Sunan Kalijaga (5)
Dialah “wali” yang namanya paling banyak disebut masyarakat Jawa. Ia lahir
sekitar tahun 1450 Masehi. Ayahnya adalah Arya Wilatikta, Adipati Tuban
-keturunan dari tokoh pemberontak Majapahit, Ronggolawe. Masa itu, Arya
Wilatikta diperkirakan telah menganut Islam
Nama kecil Sunan Kalijaga adalah Raden Said. Ia juga memiliki sejumlah nama
panggilan seperti Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban atau Raden
Abdurrahman.Terdapat beragam versi menyangkut asal-usul nama Kalijaga yang
disandangnya.
Masyarakat Cirebon berpendapat bahwa nama itu berasal dari dusun Kalijaga di
Cirebon. Sunan Kalijaga memang pernah tinggal di Cirebon dan bersahabat erat dengan Sunan
Gunung Jati. Kalangan Jawa mengaitkannya dengan kesukaan wali ini untuk
berendam (‘kungkum’) di sungai (kali) atau “jaga kali”. Namun ada yang menyebut
istilah itu berasal dari bahasa Arab “qadli dzaqa” yang menunjuk statusnya
sebagai “penghulu suci” kesultanan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan
demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478),
Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang
yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan
Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon
dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu
dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat
dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf”
-bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan
kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan
menjauh jika diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap:
mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah
dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama hilang.
Maka ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia
menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana
dakwah. Dialah pencipta Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang
Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua
beringin serta masjid diyakini sebagai karya Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar adipati di Jawa
memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga. Di antaranya adalah Adipati Padanaran,
Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang (sekarang Kotagede – Yogya). Sunan
Kalijaga dimakamkan di Kadilangu -selatan Demak.n
Sunan Gunung Jati (6)
Banyak kisah tak masuk akal yang dikaitkan dengan Sunan Gunung Jati.
Diantaranya adalah bahwa ia pernah mengalami perjalanan spiritual seperti Isra’
Mi’raj, lalu bertemu Rasulullah SAW, bertemu Nabi Khidir, dan menerima wasiat
Nabi Sulaeman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii).
Semua itu hanya mengisyaratkan kekaguman masyarakat masa itu pada Sunan
Gunung Jati. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah diperkirakan lahir
sekitar tahun 1448 M. Ibunya adalah Nyai Rara Santang, putri dari raja
Pajajaran Raden Manah Rarasa. Sedangkan ayahnya adalah Sultan Syarif Abdullah
Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina.
Syarif Hidayatullah mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para
ulama Mesir. Ia sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya
Kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, ia mendirikan
Kasultanan Cirebon
yang juga dikenal sebagai Kasultanan Pakungwati.
Dengan demikian, Sunan Gunung Jati adalah satu-satunya “wali songo” yang
memimpin pemerintahan. Sunan Gunung Jati memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra
Raja Pajajaran untuk menyebarkan Islam dari pesisir Cirebon ke pedalaman Pasundan atau Priangan.
Dalam berdakwah, ia menganut kecenderungan Timur Tengah yang lugas. Namun ia
juga mendekati rakyat dengan membangun infrastruktur berupa jalan-jalan yang
menghubungkan antar wilayah.
Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, Sunan Gunung Jati juga melakukan
ekspedisi ke Banten. Penguasa setempat, Pucuk Umum, menyerahkan sukarela
penguasaan wilayah Banten tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal Kesultanan
Banten.
Pada usia 89 tahun, Sunan Gunung Jati mundur dari jabatannya untuk hanya
menekuni dakwah. Kekuasaan itu diserahkannya kepada Pangeran Pasarean. Pada
tahun 1568 M, Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, di Cirebon (dulu
Carbon). Ia dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati, sekitar 15
kilometer sebelum kotaCirebon dari arah barat.n
Sunan Drajat (7)
Nama kecilnya Raden Qosim. Ia anak Sunan Ampel. Dengan demikian ia bersaudara
dengan Sunan Bonang. Diperkirakan Sunan Drajat yang bergelar Raden Syaifuddin
ini lahir pada tahun 1470 M
Sunan Drajat mendapat tugas pertama kali dari ayahnya untuk berdakwah ke
pesisir Gresik, melalui laut. Ia kemudian terdampar di Dusun
Jelog –pesisir Banjarwati atau Lamongan sekarang. Tapi setahun berikutnya
Sunan Drajat berpindah 1 kilometer ke selatan dan mendirikan padepokan santri
Dalem Duwur, yang kini bernama Desa Drajat, Paciran-Lamongan.
Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara ayahnya:
langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Meskipun demikian, cara
penyampaiannya mengadaptasi cara berkesenian yang dilakukan Sunan Muria.
Terutama seni suluk.
Maka ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah
tongkat pada si buta/beri makan pada yang lapar/beri pakaian pada yang
telanjang’.
Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang bersahaja yang suka menolong. Di
pondok pesantrennya, ia banyak memelihara anak-anak yatim-piatu dan fakir
miskin.n
Sunan Kudus (8)
Nama kecilnya Jaffar Shadiq. Ia putra pasangan Sunan Ngudung dan Syarifah (adik
Sunan Bonang), anak Nyi Ageng Maloka. Disebutkan bahwa Sunan Ngudung adalah
salah seorang putra Sultan di Mesir yang berkelana hingga di Jawa. Di
Kesultanan Demak, ia pun diangkat menjadi Panglima Perang
Sunan Kudus banyak berguru pada Sunan Kalijaga. Kemudian ia berkelana ke
berbagai daerah tandus di Jawa Tengah seperti Sragen, Simo hingga Gunung Kidul.
Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan Sunan Kalijaga: sangat toleran pada
budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus. Itu sebabnya para wali
–yang kesulitan mencari pendakwah ke Kudus yang mayoritas masyarakatnya pemeluk
teguh-menunjuknya.
Cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus adalah dengan memanfaatkan
simbol-simbol Hindu dan Budha. Hal itu terlihat dari arsitektur masjid Kudus.
Bentuk menara, gerbang dan pancuran/padasan wudhu yang melambangkan delapan
jalan Budha. Sebuah wujud kompromi yang dilakukan Sunan Kudus.
Suatu waktu, ia memancing masyarakat untuk pergi ke masjid mendengarkan
tabligh-nya. Untuk itu, ia sengaja menambatkan sapinya yang diberi nama Kebo
Gumarang di halaman masjid. Orang-orang Hindu yang mengagungkan sapi, menjadi
simpati. Apalagi setelah mereka mendengar penjelasan Sunan Kudus tentang surat Al Baqarah yang
berarti “sapi betina”. Sampai sekarang, sebagian masyarakat tradisional Kudus,
masih menolak untuk menyembelih sapi.
Sunan Kudus juga menggubah cerita-cerita ketauhidan. Kisah tersebut
disusunnya secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti
kelanjutannya. Sebuah pendekatan yang tampaknya mengadopsi cerita 1001 malam
dari masa kekhalifahan Abbasiyah. Dengan begitulah Sunan Kudus mengikat
masyarakatnya.
Bukan hanya berdakwah seperti itu yang dilakukan Sunan Kudus. Sebagaimana
ayahnya, ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia ikut
bertempur saat Demak, di bawah kepemimpinan Sultan Prawata, bertempur melawan
Adipati Jipang, Arya Penangsang.n
Sunan Muria (9)
Ia putra Dewi Saroh –adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana
Ishak, dengan Sunan Kalijaga. Nama kecilnya adalah Raden Prawoto. Nama Muria
diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer ke
utara kota
Kudus Gaya
berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda
dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan
jauh dari pusat kota
untuk menyebarkan agama Islam.
Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan
bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik
internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu
memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya
pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria
berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu
hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.
Snorkeling Gili Labak + Pantai 9 KALIANGET - SUMENEP
TRIP PULAU GILI LABAK + PANTAI 9 ( PULAU GILI GENTING) START KALIANGET SUMENEP JAWA TIMUR “PROMO” PRIVATE TRIP PRICE (HARGA UNTUK PAKET PRIVAT) Harga Jumlah Peserta Minimum "Rp 250.000-/ Orang 6 Orang" - "Rp 175.000,- / Orang 10 Orang" - "Rp 150.000,- / Orang 15 orang" ITEM YANG TIDAK TERMASUK PAKET (ALTERNATIF) “Please Order Now.......!!! Contact Person : HP/ WA : 081336451784 - 0818315360 - 085103060497
PAKET UMROH
PAKET LIBURAN AKHIR TAHUN, PENYELENGGARA " BALQIS TRAVEL " PT. ABECE MItra Sanjaya SURABAYA, Ijin Kemenag RI : No. 427 Tahun 2017, Contact Person : Novie / Nenen Hp. 081334277426 - 08175095066
PRISIP HIDUP DAN KESEIMBANGAN DALAM ISLAM
Hai orang - orang yang beriman janganlah berburuk sangka, sesungguhnya berburuk sangka adalah dosa, Dan janganlah mencari - cari aib orang lain, Dan jangan pula sebagian dari kamu mencela, membusuk - busukkan orang lain (Al Hujurat 49 : 12)
Hai orang - orang yang beriman janganlah ada diantara kamu yang memperolok-olokan orang lain , karena mungkin mereka lebih baik dari kamu ( Al Hujurat 49 : 11)
Pekerjaan yang sangat dicintai ALLAH adalah menjaga lidah. Manusia tidak akan teguh imannya sebelum hatinya teguh, dan tidak akan teguh hatinya sebelum lidahnya teguh (Hadits)
Dan carilah dengan apa yang dianugerahkkan ALLAH (akal, panca indra, harta kekayaan dsb) untuk kebahagiaan akhirat, dan jangannlah kamu lupakan bagiannmu dari kenikmatan duniawi, dan berbuatlah kebaikan sebagaimana ALLAH berbuat baik kepadamu, dan jangannlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi, sesungguhnya ALLAH tidak menyukai orang - orang yang berbuat kerusakan (Al Qashash 28 :77)
Ditimpakan kepada mereka kehinaan dimanapun mereka berada kecuali bila mereka menjaga hubungan dengan ALLAH dan hubungan dengan sesama manusia (Ali Imron 3 : 112)
Hai orang - orang yang beriman mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat, sesungguhnya ALLAH bersama orang - orang yang sabar (Al Baqarah 2 : 153)
Dirikannlah sholat, sesungguhnya sholat mencegah orang berbuat keji dan mungkar, dan mengingat ALLAH adalah yang paling penting dalam kehidupan, ALLAH mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al Ankabut 29 : 45)
Kami mengujimu dengan yang baik dan yang buruk sebagai cobaan (Al Mulk 21 : 35)
ALLAH yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian, siapa diantara kalian yang paling baik amalnya (Al Mulk 67 : 2)
Siapa - siapa yang dikehendaki ALLAH dibiarkannya sesat, siapa - siapa yang dikehendaki ALLAH ditempatkannya di jalan yang lurus (Al An’am 6 : 39)
Ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat ALLAH hati akan menjadi tentram (Ar Ra’d 13 : 28)
"Kebenaran yang haqiqi senantiasa datang dari ALLAH"
Tabel Neptu Jawa
HITUNG WETON DENGAN TANGGAL KELAHIRAN
Weton adalah perhitungan primbon jawa yang merupakan gabungan dari tujuh hari dalam seminggu (Senin, Selasa, dll.) dengan lima hari pasaran Jawa (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon). Anda ingin mengetahui weton kelahiran dan karakternya? silahkan masukan tanggal lahir anda pada Link dibawah ini : http://ramalanartinama.com/weton.html
Blog Search
Makna Ar Rahman dan Ar Rahim
Allah memberi kasih sayang kepada makhluk-Nya dengan Rahmat-Nya, memiliki kasih sayang yang luas dan agung, Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu di dunia, Yang Maha Pengasih terhadap kaum mukminin.”
Sebagian ulama yang memahami kata ar-Rahman sebagai sifat Allah s.w.t. yang mencurahkan rahmat yang bersifat sementara di dunia ini (temporer), sedangkan ar-Rahim adalah Rahmat-Nya yang bersifat kekal (continue).
Rahmat-Nya di dunia yang sementara ini (ar-Rahman) meliputi seluruh makhluk, tanpa kecuali dan tanpa membedakan antara si muslim dan si kafir. Nikmat kita bisa bernafas di dunia ini berasal dari Allah dan ini tidak hanya diperuntukan bagi si Muslim tetapi berlaku untuk semua makhluk, tapi apakah ia kekal? Tentu tidak, setelah ia mati ia tidak bisa lagi menikmati nikmatnya bernafas.
Sedangkan rahmat yang kekal adalah rahmat-Nya di akhirat (ar-Rahim), tempat kehidupan yang kekal, yang hanya akan dinikmati oleh makhluk-makhluk yang mengabdi kepada-Nya. Bukankah kita mengatakan keimanan kita adalah sebuah nikmat? Adakah ia hanya bisa kita rasakan didunia saja? Tentu tidak, kenikmatan ini akan terbawa ke alam berikutnya, baik alam barzah maupun alam akhirat, bahkan nilainya berlibat ganda dari kenikmatannya saat didunia.
Ya Rahman, Engkaulah pemilik cinta sejati, kami memohon kpd-Mu kuatkan kami 'tuk mencintai seluruh umat manusia apapun ia, bagaimanapun ia.
Ya Rahim, Engkaulah pemilik kasih sayang yang tulus, beri kami kekuatan 'tuk menyayangi dgn sepenuh jiwa kepada saudara2 seiman kami karena cinta kami kpd-Mu
INGATLAH KEPADAKU, NISCAYA AKU PUN AKAN INGAT KEPADA-MU, BERSYUKURLAH KEPADA-KU DAN JANGAN MENGINGKARI (AL BAQARAH 152)
BARANG SIAPA YANG MENGHARAPKAN PERJUMPAAN DENGAN TUHAN-NYA HENDAKLAH IA BERBUAT KEBAIKAN DAN JANGAN MEMPERSEKUTUKAN TUHAN-NYA DENGAN APAPUN (AL KAHFI 18 : 110 )
GURU Yang sejati ada DI-DALAM DIRI. MENGENAI DZAT harus melalui DZAT, Tuhan akan membimbing dengan CAHAYANYA kepada CAHAYANYA bagi siapa yang Dia kehendaki, bila kita senantiasa memohon petunjuk kepada-NYA, berbekal Istiqomah, Sabar, Tawakal, senantiasa Bersyukur, Iklas dan Ridho.
Allah Swt Berfirman Kepada Rosullullah SAW : " Kamu tidak bisa mengubah hati orang-orang, Allah-Lah yang memberikan mereka Hidayah" (Al-Ghashiyah 21-22)
NEWS PATUNG ARCA BUDHA KUNO
Patung Arca Budha kuno dengan benda pusaka berupa senjata yang ada di pangkuannya (Original), ditemukan di wilayah Kerajaan Mojopahit dengan investasi harga 10 M Only, Hub. 0818315360
INFO HIBURAN
Bulan Januari Tenang dan berwibawa Suka berterus terang dan tidak suka basa-basi Pandai menyimpan rahasia dan bisa dipercaya Disukai banyak orang karena selalu kelihatan ceria Mandiri dan tidak suka meminta bantuan pada orang lain Pandai mengatur keuangan Agak pendiam dan lebih senang memperhatikan dirinya sendiri Teliti dan tidak sembarangan melakukan pekerjaan.
Bulan Februari Mempunyai hati yang tulus Perasaannya peka dan mudah tersinggung Senang dipuji dan selalu menuruti apa yang diinginkannya Suka humor dan hormat pada siapa saja Keras hati dan mempunyai pendirian tetap Agak pemalas dan suka mengingkari janji
Bulan Maret Baik hati dan suka menolong sesama. Suka kehidupan yang serba wah. Seleranya tinggi. Tidak tegaan dan selalu memberi pada orang yang kesusahan. Agak pemalu, namun jujur dan tidak pernah bohong. Mudah terpengaruh dan tidak kuat menghadapi godaan. Suka melalaikan kesehatan dirinya sendiri.
Bulan April Tidak mau mengalah dan selalu ingin menang sendiri Pembosan Senang dipuji Agak boros walau pandai mencari uang Mempunyai otak yang cerdas namun tidak suka diperintah Tak pernah memilih dalam berteman
Bulan Mei Pandai menguasai perasaan Pandai mengambil hati orang lain Punya selera tinggi dan senang kehidupan yang serbah wah. Senang menunda pekerjaan. Agak boros walau rejekinya bagus. Tidak suka basa-basi dan tidak senang dipuji.
Bulan Juni Romantis dan suka menolong Tidak mempunyai pendirian tetap Suka berpikir yang muluk-muluk Mudah tersinggung bila perasaanya tersentuh Agak pemalas dan baru mau bekerja bila di iming-iming hasil besar Selalu ceria walau hatinya sedang kesal.
Bulan Juli Senang berkhayal Kalau sudah marah, kata-katanya tajam Tidak mempunyai pendirian tetap Senang dipuji Suka menolong pada sesama Pandai bicara dan berotak cerdas Agak pemalas
Bulan Agustus Mempunyai perasaan yang peka/halus Cepat tersinggung Suka menghayal dan berpikiran yang muluk-muluk Tidak mudah terpengaruh Agak pemalas Kalau bekerja lebih menuruti kehendak hatinya sendiri.
Bulan September Mudah tersinggung dan cepat naik darah Baik hati dan jujur Bisa menyimpan rahasia Suka berfoya-foya Pandai menyimpan uang namun tidak pelit Suka menolong sesama dan pandai mendidik anak
Bulan Oktober Berjiwa besar dan mau mengalah Pandai bicara Cerdas dan baik hati Memiliki tekad yang kuat Tidak sabaran dan agak boros Pikirannya tidak tetap dan selalu berubah-ubah
Bulan November Tabah dan kuat dalam menghadapi segala cobaan Pandai mengerjakan setiap pekerjaan Pandai mengambil hati orang lain Agak pemalas dan suka menunda pekerjaan Banyak berpikir Agak pendendam dan tidak mudah memberi maaf pada orang yang bersalah Keras hati
Bulan Desember Mudah menaruh rasa percaya pada orang lain Kalau mengerjakan sesuatu suka tergesa-gesa Tidak sabaran Tidak mau mengalah dan selalu ingin menang sendiri Mudah terpengaruh Jujur dan baik hati Pemborosan dan suka memaksakan kehendak
PRAMUGARI SHORT TRAINING 10 HARI
Fasilitas : Asrama (Hotel), Makan siang, Coffe break, Seragam, Manual modul book, Wing, Layard, ID card, Sertifikat, Materi Bahasa Korea, Penjemputan dari/ke (terminal, bandara, stasiun) menuju hotel, Software Travel Agen MMBC seharga Rp. 3.750.000. Hanya di LPPAI. (Biaya Pelatihan 9.000.000,- Only)
Contact Person : 0818315360 / 081336451784 / 085103060497
Berminat Investasi di Jawa Timur - Indonesia :
Lokasi di Purwodadi - Pasuruan Luas tanah kurang lebih hampir 6 Ha dengan aset bangunan berupa : “Rumah makan Padang dan rumah makan Jawa untuk Travel, Home Stay, Pavillium, Agrobisnis, (bisa dibuat untuk Agrowisata), ada pohon jati, pohon sengon dengan kondisi tanah sangat subur”.
Strategis pinggir jalan Raya Surabaya - Malang bagi yang berkenan/berminat untuk mengambil alih usaha tersebut bisa menghubungi :