Seorang CEO dari perusahaan Fortune 100 mengatakan, “Success can lead to arrogance. When we are arrogant, we quit listening. When we quit listening, we stop changing. In today’s rapidly moving world, if we quit changing, we will ultimately fail.” ( Sukses bisa membuat kita jadi arogan. Saat kita arogan, kita berhenti mendengarkan. Ketika kita berhenti mendengarkan, kita berhenti berubah. Dan di dunia yang terus berubah dengan begitu cepatnya seperti sekarang, kalau kita berhenti berubah, maka kita akan gagal ).
Jumat, 23 Maret 2012
AROGANSI KESUKSESAN
Itulah sisi negatif dari kesuksesan,
yakni arogansi. Arogansi muncul saat seseorang merasa diri paling hebat,
paling luar biasa, dan paling baik dibandingkan dengan yang lainnya
bahkan Tuhanpun ditentang. Penyakit mental ini bisa menjangkiti apa dan
siapa saja, mulai dari organisasi, produk, pemimpin, keluarga, dan orang
biasa.
Orang sukses lalu bersombong ria
sebenarnya patut disayangkan. Bayangkan saja, saat berjuang keras
menggapai kesuksesan, mereka begitu terbuka untuk belajar. Mereka mau
mendengarkan. Mereka mau berjerih payah, berani hidup susah, dan
mengorbankan diri. Bahkan, mereka tampak sangat ‘merakyat’ hidupnya.
Akan tetapi, itu dulu.
Sayang sekali, saat kesuksesan datang,
mereka lupa diri. Mungkin dia akan berkata, “Saya sudah berhasil
mencapai yang terbaik. Sekarang, Andalah yang harus mendengarkan saya.
Saya tidak perlu lagi mendengarkan Anda.” Hal itu diperparah lagi ketika
mereka dikelilingi oleh para ‘yes man’ yang tidak berani angkat bicara
soal kekurangan orang ini. Hal ini membuat orang itu semakin
‘megalomania’ , pongah, angkuh, dan egois. Ia terbelenggu oleh
kesuksesannya sendiri. Ia tidak pernah belajar lagi.
Ada Seorang Pebisnis, dia menceritakan
susah payahnya membangun bisnisnya. Cerita yang mengharukan sekaligus
heroik ketika dia harus tidur di kolong jembatan saat tiba di Jakarta
ketika remaja. Dengan susah payah dia merangkak dari bawah untuk
bertahan hidup. Menikah tanpa uang sepeser pun. Hidup di rumah kontrakan
kecil. Akan tetapi, dia tidak patah arang. Dia mengamati cara kerja
orang sukses, mencontoh, dan memodifikasi sendiri produknya. Sekarang,
dia pun berjaya. Tiga pabrik besar ada di genggamannya.
Namun, sayang sekali. Perusahan itu
sedang diterpa badai masalah internal. Pemicunya tak lain adalah sikap
pemimpin yang arogan. Dia otoriter dan antikritik. “Kalau saya bisa,
kalian juga harus bisa,” katanya pongah. Dia pun menolak ide-ide baru.
Dia mengelola perusahaan dengan serampangan. Turn over karyawan pun
tinggi. Sisanya hanya kelompok para ‘penjilat’ yang tidak berani
melawan. Dia menginginkan anak buahnya di-training. Padahal, dia sendiri
yang perlu up date diri dengan training.
Arogansi bisa menghampiri siapa saja.
Termasuk seorang pendidik, guru, dosen, Ayah, Ibu yang tiap hari memberi
sesuatu bagi orang lain.
Dari situ, kita belajar banyak untuk
hati-hati. Kesuksesan jangan membuat kita arogan dan cenderung self
centered serta tidak mau mendengarkan orang lain. Dunia begitu mengenal
sosok Mao, Hitler, ataupun Stalin. Mereka berjuang dari basis bawah
menuju pucuk kepemimpinan. Mereka pun berjuang untuk perubahan di
masyarakatnya. Idealisme mereka sangat luar biasa. Orang pun dibuatnya
kagum. Namun, mereka lupa daratan ketika sukses. Mereka memonopoli
kebenaran tunggal alias antikritik dan antipembaruan. Mereka memimpin
dengan tangan besi. Korban pun bergelimpangan dari tangannya. Begitu
juga dalam sejarah bisnis. IBM yang begitu besar dan terkenal pernah
mengalami kemerosotan saat arogansi membekap sikap dan pikiran para
pemimpin mereka.
TERJEBAK RETORIKA
Namun, itulah yang terjadi apabila orang
berhenti belajar dan merasa diri sudah selesai. Tanpa dia sadari,
lingkungannya terus belajar, berinovasi, dan berkembang. Sementara, dia
mandek di posisinya. Akibatnya, kue kesuksesan yang dia peroleh
lama-kelamaan menjadi basi. Tanpa sadar, kompetitor mereka bergerak jauh
meninggalkan dirinya di belakang. Mereka terjebak dalam retorika,
kalimat, jurus yang itu-itu saja alias usang. Arogansi telah menutup
hati dan pikirannya untuk kreatif menemukan jurus dan tip-tip baru
mempertahankan sekaligus mengembangkan kesuksesannya. Di sinilah,
arogansi berujung pada malapetaka dan kehancuran.
JADI BAGAIMANAKAH AGAR KESUKSESAN KITA TIDAK BERUBAH MENJADI AROGANSI
PERTAMA- Aware (sadar)
dengan sikap dan tingkah laku kita selalu. Meskipun sudah sukses, kita
perlu memberi waktu untuk menyadari sikap dan perilaku kita di mata
orang lain. Selalulah sadar apakah nada dan ucapan serta tindak tanduk
kita sekarang semakin membuat banyak orang lain terluka? Apakah kita
masih tetap menghargai orang lain? Apalagi orang-orang yang telah turut
membawa Anda ke level sukses sekarang, apakah Anda hargai? Jangan
sampai, tatkala masih bersusah payah, kita begitu respek, tetapi setelah
sukses justru mencampakkan mereka.
Seseorang dikatakan berhasil bukan
sekedar ia sukses akan tetapi ketika orang lain mengatakan ia berhasil
dan turut merasakan keberhasilan yang pernah diraihnya. Jadi
keberhasilan dikatakan sempurna jika lingkungan sekitar mengatakan ia
berhasil dengan cara yang benar dan mereka merasakan berkahnya. Namun
sering kali kita lupa untuk intropeksi diri, yang membuat diri ini
tumbuh dalam kekurangan rasa emosional dan spiritual.
KEDUA- Waspadai umpan
balik yang hanya menghibur kita tetapi tidak membuat kita belajar lagi.
Hati-hati dengan orang di sekeliling kita yang hanya mengatakan hal
bagus, tetapi tidak berani memberikan masukan yang baik. Kadang, masukan
negatif juga kita perlukan demi perkembangan, sesukses apa pun kita.
Pada dasarnya, setiap orang senang dipuji. Bahkan mereka rela
mengeluarkan uang yang banyak hanya untuk dipuji. Namun pujian yang
berlebihan justru dapat membuat seseorang semakin jatuh dalam
kesombangannya dan ketidakmampuan dirinya melihat kenyataan dalam
hidupnya
KETIGA- Awasi dan peka
dengan perubahan yang terjadi. Dalam buku Who Moved My Cheese
disimpulkan bahwa kita harus selalu mencium keju kita, apakah sudah basi
ataukah mulai diambil orang lain. Kita pun harus terus mencium dan peka
bagaimana orang lain mengembangkan dirinya serta bisa jadi ancaman bagi
kita. Jangan pula merasa diri paling hebat dan lupa belajar.
KEEMPAT- Sopan dan rendah hati untuk belajar dari orang lain.
Sahabat, bentuk arogansi dan keangkuhan
adalah symbol dari Iblis dan Fir’aun yang setelah mencapai puncak
kesuksesan dan kekuasaan, dia kemudian mengangkat dirinya sederajat
dengan Tuhan, dan apakah kesudahannya ? BINASA DI DUNIA, NERAKA DI
AKHIRAT !
0 komentar:
Posting Komentar